Friday 12 December 2025 - 05:41
Pemimpin Revolusi Hadiri Perayaan Maulid Sayyidah Fatimah az-Zahra di Husainiyah Imam Khomeini

Hawzah/ Pada hari kelahiran penuh berkah Sayyidah Fatimah az-Zahra (sa), Iran Islam hari ini dipenuhi cahaya, kegembiraan, dan suasana sukacita. Dalam kesempatan tersebut, sebuah acara meriah diselenggarakan di Husainiyah Imam Khomeini (ra) dengan kehadiran Pemimpin Revolusi Islam serta ribuan pecinta Ahlulbait (as) yang berisi pembacaan puji-pujian, deklamasi syair, dan lantunan manaqib untuk mengenang kebesaran Sayyidatun Nisa’ al-‘Alamin (Pemuka para wanita seluruh alam).

Berita Hawzah — Dalam acara yang berlangsung sekitar tiga jam itu, Ayatullah Khamenei mengucapkan selamat atas kelahiran Sayyidah Shiddiqah ath-Thahirah (sa), dan menyatakan: “Rakyat Iran, dengan keteguhan nasional, telah menggagalkan upaya terus-menerus musuh untuk mengubah ‘identitas keagamaan, historis, dan budaya’ bangsa ini. Hari ini pun, meskipun ada berbagai kekurangan dan masalah di seluruh negeri, Iran tercinta tetap melanjutkan gerak majunya. Dalam menghadapi aktivitas propaganda dan media musuh yang menargetkan ‘akal, hati, dan keyakinan’, kita perlu menyusun strategi pertahanan dan ofensif yang tepat.”

Pemimpin Revolusi, sambil mengingat kembali kebersamaan hari kelahiran Imam Khomeini (ra) dengan maulid Sayyidah Fatimah az-Zahra (sa), menegaskan bahwa keutamaan dan kedudukan penghulu wanita semesta alam itu berada di luar jangkauan pemahaman manusia. Beliau menambahkan: “Kendati demikian, kita harus menjadi pengikut Fathimiyah, meneladani beliau dalam seluruh aspek, termasuk ketaatan beragama, keadilan, jihad tabyin, kehidupan rumah tangga, pendidikan anak, dan berbagai bidang lainnya.”

Beliau menyebut seni syair dan puji-pujian sebagai fenomena yang sangat berpengaruh dan menekankan perlunya penelitian, pendalaman, evaluasi, serta penguatan aspek-aspek yang membentuk fenomena luar biasa itu.

Ayatullah Khamenei, sambil menyinggung perkembangan signifikan dunia syair dibanding masa lalu, menilai madah (lantunan syair) sebagai salah satu basis penting bagi sastra perlawanan. Beliau mengatakan: “Setiap gagasan atau gerakan, bila tidak memiliki bahasa dan sastra yang tepat, akan sirna perlahan. Madah dan majelis keagamaan hari ini, dengan merumuskan, menyebarkan, dan meneruskan sastra perlawanan, telah memperkuat kebutuhan esensial ini.”

Beliau mendefinisikan “perlawanan nasional” sebagai ketahanan dan keteguhan menghadapi berbagai bentuk tekanan para penguasa dunia. Terkadang tekanan berupa tekanan militer (seperti yang dialami bangsa kita pada masa Perang Pertahanan Suci, dan yang baru-baru ini juga disaksikan oleh para remaja dan pemuda) dan terkadang tekanan itu berupa tekanan ekonomi, media, budaya, atau politik.

Pemimpin Revolusi menyebut propaganda, kampanye opini, dan kegaduhan politik-militer Barat sebagai bentuk tekanan media musuh. Menurut beliau: “Tujuan dari berbagai tekanan yang dilakukan oleh sistem hegemoni terhadap bangsa-bangsa, dan terutama terhadap bangsa Iran, ada kalanya ekspansi teritorial, seperti yang dilakukan pemerintah Amerika di Amerika Latin saat ini.”

Beliau menambahkan: “Terkadang tujuan tekanan musuh adalah untuk menguasai sumber daya bawah tanah, dan di lain waktu, tujuannya adalah mengubah gaya hidup masyarakat. Inti dari semuanya adalah perubahan identitas, yang menjadi sasaran utama tekanan para penguasa dunia.”

Ayatullah Khamenei mengingatkan bahwa lebih dari seratus tahun para kekuatan arogan dunia telah berusaha mengubah identitas keagamaan, historis, dan budaya bangsa Iran. Namun, Revolusi Islam menggagalkan seluruh upaya itu, dan pada dekade terakhir pun rakyat Iran dengan keteguhan dan ketidakbersediaan menyerah telah kembali mematahkan tekanan luas musuh.

Beliau menilai penyebaran konsep dan sastra perlawanan dari Iran ke kawasan dan beberapa negara lain sebagai sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Beliau berkata: “Jika musuh melakukan terhadap bangsa lain apa yang mereka lakukan terhadap Iran dan rakyat Iran, negara itu pasti sudah hancur lebur.”

Pemimpin Revolusi, mengingat pengaruh puji-pujian ‘zainabiyah’ dalam mengabadikan nama para syuhada serta memperdalam dan meluaskan konsep perlawanan di negeri ini, menegaskan: “Hari ini, lebih dari sekadar bentrokan militer yang pernah kita saksikan, kita berada di ‘pusat perang propaganda dan media’ menghadapi front luas musuh. Hal ini karena musuh telah memahami bahwa negeri, tanah, dan wilayah suci yang bersifat ilahi dan spiritual ini tidak bisa ditundukkan atau dikuasai melalui tekanan militer.”

Beliau menambahkan: “Tentu saja, ada sebagian orang yang terus-menerus membahas kemungkinan terulangnya konflik militer. Ada pula yang secara sengaja meniup-niup isu itu untuk membuat masyarakat ragu dan cemas, namun, insyaAllah, mereka tidak akan berhasil.”

Ayatullah Khamenei menyatakan bahwa ‘garis, bahaya, dan tujuan musuh’ adalah menghapus seluruh capaian, tujuan, dan konsep revolusi serta membuat bangsa lupa kepada Imam Khomeini (ra). Beliau menambahkan: “Amerika berada di pusat front luas dan aktif ini; beberapa negara Eropa berada di sekelilingnya; dan para kaki tangan, pengkhianat, serta orang-orang tak bernegara yang berusaha mencari keuntungan di Eropa, berada di pinggiran front tersebut.”

Beliau menekankan pentingnya mengenali tujuan dan ‘formasi (taktik) musuh’ dan berkata: “Sebagaimana di medan perang, dalam konfrontasi propaganda dan media ini kita juga harus menyusun formasi yang selaras dengan pola dan target musuh. Kita harus berkonsentrasi pada titik-titik yang mereka serang, yaitu ‘ajaran Islam, mazhab Syiah, dan prinsip-prinsip revolusi’.”

Pemimpin Revolusi menegaskan bahwa bertahan menghadapi perang media dan propaganda Barat memang sulit, tetapi sepenuhnya mungkin dilakukan. Beliau menambahkan: “Dalam arah perjuangan ini, para pembaca madah (lantunan syair) harus menjadikan majelis dan kelompok-kelompok keagamaan sebagai pusat komitmen terhadap nilai-nilai revolusi. Dengan memanfaatkan antusiasme generasi muda terhadap madah (lantunan syair) dan majelis, lindungilah mereka dari tujuan musuh yang keras kepala, jahat, dan memiliki berbagai sarana.”

Ayatullah Khamenei kemudian melanjutkan dengan beberapa wasiat untuk para maddahan (para penyair):

— Penjelasan ajaran agama dan ajaran perjuangan dengan merujuk pada kehidupan seluruh para Imam Ahlulbait (as).

— Menyerang titik-titik kelemahan musuh, bersamaan dengan melakukan pertahanan efektif terhadap keraguan yang ditimbulkannya.

— Menjelaskan konsep-konsep Al-Qur’an dalam berbagai bidang (pribadi, sosial, politik, dan cara menghadapi musuh).

Ini, menurut beliau, adalah poin-poin terpenting yang harus diperhatikan.

Beliau menyatakan bahwa pengaruh satu lantunan noheh (puji-pujian religius) yang baik dan bermakna kadang lebih besar daripada beberapa ceramah atau khutbah. Beliau menekankan: “para pembaca madah (lantunan syair) harus berhati-hati agar irama dan budaya era taghut (rezim zalim) tidak masuk ke dalam majelis atau pertemuan mereka.”

Di akhir pidatonya, Ayatullah Khamenei merespons pernyataan salah satu maddahan (penyair) mengenai masalah debu dan polusi udara di Khuzestan (Iran bagian barat daya). Beliau berkata: “Itu termasuk masalah yang kecil saja. Kekurangan dan masalah memang banyak di seluruh Iran, namun rakyat, dengan keteguhan, kejujuran, ketulusan, niat baik, dan kecintaan pada keadilan, setiap hari menambah wibawa dan kekuatan bagi Islam dan Iran. Dengan pertolongan Allah, negara ini sedang bergerak, berusaha, dan terus maju.”

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha